Candiadalah salah satu peninggalan sejarah berbentuk bangunan yang cukup banyak tersebar di penjuru Indonesia. Salah satunya Candi Brahu yang berada di Mojokerto, Jawa Timur. Candi ini terletak di situs Trowulan yang terkenal sebagai bekas ibu kota Kerajaan Majapahit. Pada kesempatan kali ini, Museum Nusantara akan membahas tentang sejarah Senibangunn yang menjadi dasar pembuatan candi adalah Punden Berundak. Punden berundak merupakan benda peninggalan Megalithikum, berupa batu yang ditumpuk-tumpuk (bertingkat) dan berfungsi sebagai tempat pemujaan. quarterfreelp dan 118 orang menganggap jawaban ini membantu. heart outlined. Terima kasih 71. star. Senibangunan Indonesia yang menjadi dasar dalam pembuatan candi adalah - 5137639 bintanjayas bintanjayas 17.02.2016 Sekolah Menengah Atas terjawab Seni bangunan Indonesia yang menjadi dasar dalam pembuatan candi adalah 1 Lihat jawaban Iklan Iklan aminah5 aminah5 Yaitu seni rupa terapan Iklan Iklan Pertanyaan baru di Sejarah. apa yg Senibangunan Indonesia yg menjadi acuan dalam pembangunan candi adalah. Question from @5504 - Sekolah Menengah Pertama - Ips. Search. Articles Register ; Sign In . 5504 @5504. January 2019 2 15 Report. Seni bangunan Indonesia yg menjadi acuan dalam pembangunan candi adalah stefani29 Candi borobudur maaf kalo salah ya. 0 votes Thanks 0 02Agustus 2022, 18.13. Seni Rupa adalah ilmu yang mempelajari tentang keindahan, yakni secara teori dan prakteknya. Beberapa hal yang akan teman-teman pelajari pada program studi Seni Rupa diantaranya melukis, mematung, menggrafis, membuat keramik hingga penerapan ilmu-ilmu seni, seperti sejarah dan perkembangan Seni Rupa sekarang ini. . ArticlePDF Available AbstractPeninggalan candi sering kali ditemukan dalam keadaan rusak. Namun di balik sisa-sisa reruntuhannya, masih terlihat jejak proses pembangunannya. Pada awalnya, seseorang yang menjadi pelaksana pembangunan candi Yajamana, bersama para pekerjanya Silpin, harus menghubungi Maha Brahma. Kemudian berdasarkan arahan Maha Brahma, mereka akan mencari lokasi yang tepat untuk membangun candi. Lokasi yang paling digemari adalah lahan dekat aliran sungai, khususnya daerah pertemuan dua sungai tempuran. Material yang digunakan untuk pembanguan candi banyak macamnya, namun yang paling sering ditemukan adalah batu andesit dan batu bata merah. Material batu bata merah biasanya dipergunakan pada candi di areal persawahan, sedangkan batu andesit biasanya pada candi di dekat sungai. Tulisan ini mendiskusikan perbedaan penggunaan material pembangun candi tersebut serta efeknya pada kekuatan dan keindahan bangunan candi. Studi ini menggunakan metode kualitatif. Pengambilan data dilakukan melalui studi literatur, baik terhadap buku, laporan, ataupun artikel serta film semi dokumenter tentang ekskavasi candi di beberapa tempat di Indonesia. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa penggunaan material candi di Indonesia, baik batu andesit maupun batu bata merah, sama-sama menghasilkan kekuatan dan keindahan dengan ciri khas masing-masing. Keduanya dapat digunakan secara terpisah maupun bersamaan, walaupun berbeda fungsi, tergantung lokasi candi. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Human Narratives September 2020, pp. 33-38 e-ISSN 2746-1130 33 PILIHAN MATERIAL BANGUNAN PADA CANDI Bambang Perkasa Alam Program Studi Arsitektur, Universitas Indraprasta PGRI Abstrak. Bangunan candi sering kali ditemukan dalam keadaan rusak. Namun di balik sisa reruntuhan bangunan tersebut, masih terlihat jejak proses pembangunannya. Material yang digunakan untuk membangun candi, yang paling sering dijumpai adalah batu andesit dan batu bata merah. Material batu bata merah biasanya dipergunakan pada candi yang ditemukan di areal persawahan dan jauh dari gunung berapi, sedangkan yang menggunakan batu andesit biasanya di dekat sungai, tidak jauh dari gunung berapi. Artikel ini mendiskusikan perbedaan penggunaan material pembangun candi tersebut serta faktor yang memengaruhinya. Studi ini menggunakan metode kualitatif. Pengambilan data dilakukan melalui studi kepustakaan, di mana sumber informasi utamanya adalah buku, laporan, artikel ilmiah, serta film semi dokumenter tentang ekskavasi candi di beberapa tempat di Indonesia. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa pilihan material pembangun candi tidak terkait secara langsung dengan periode pembangunannya, melainkan dengan ketersediaan bahan yang dipengaruhi oleh lokasi pembangunan, serta terkait dengan tingkat kesakralan bangunan yang hendak didirikan. Kata kunci batu andesit, batu bata, candi, material Abstract. Temple buildings were often found in a state of disrepair. However, behind the ruins of the building, there were still traces of the construction process. The materials used to build temples, which were most often encountered were andesite and red bricks. Red brick material was usually used in temples found in rice fields and far from volcanoes, while those that used andesite stones were usually near rivers, not far from volcanoes. This article discusses the differences in the use of the temple building materials and the factors that influence them. This study used qualitative methods. Data were collected through literature studies, where the main sources of information were books, reports, scientific articles, and semi-documentary films about the excavation of temples in several places in Indonesia. The results of the discussion showed that the choice of temple building materials was not directly related to the construction period, but with the availability of materials which is influenced by the construction location, as well as the sacred level of the building to be erected. Keywords andesite stone, red bricks, temple, material Correspondence author Bambang Perkasa Alam, Jakarta, Indonesia Material Bangunan pada Candi This work is licensed under a CC-BY-NC PENDAHULUAN Indonesia memiliki banyak candi yang tersebar di hampir seluruh Pulau Jawa dan Bali, serta sebagian Sumatera dan Kalimantan Soekmono, 1995. Secara umum, pada masa kerajaan-kerajaan Hindu-Budha di Indonesia, masyarakat menggunakan candi sebagai tempat pemujaan dewa dan dewi Soekmono, 1973 81. Akan tetapi, terdapat perbedaan fungsi candi pada agama Hindu dan Budha. Bagi agama Hindu, candi lebih merupakan penanda kekuasaan, sedangkan agama Budha menempatkan candi sebagai tempat peribadatan. Selain tempat ibadah, beberapa bangunan yang tidak dilengkapi simbol-simbol keagamaan juga tetap dinamakan candi, termasuk bangunan-bangunan yang dipergunakan sebagai pintu gapura, tempat pemandian, istana, penanda kekuasaan, ataupun sebagai makam para raja. Arsitektur bangunan candi dirancang dengan sentuhan seni yang tinggi. Kualitas estetis ornamen ukiran maupun seni pahat yang terdapat pada candi mengisyaratkan bahwa pada eranya, kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha memiliki arsitek-arsitek dengan keahlian yang mumpuni. Keberadaan relief yang biasa menghiasi bangunan candi juga menunjukkan bahwa pada masa itu keindahan seni telah mendapat perhatian dan menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat, khususnya di lingkungan kerajaan. Padanan untuk istilah candi dalam bahasa Inggris, temple,’ berasal dari bahasa Latin templum,’ yakni bangunan yang dikhususkan untuk ritual, kegiatan spiritual dan/atau keagamaan, seperti kegiatan doa dan pengorbanan Soekmono, 1973. Jika dikembalikan kepada pengertian dasarnya dalam bahasa Indonesia, maka istilah candi dapat mencakup pula semua bangunan bersejarah Hindu–Budha yang terdapat di seluruh dunia, bukan hanya di Indonesia Dumarcay. Candi memiliki rupa dan fungsi yang sangat beragam, dan dianggap sebagai tempat bersemayamnya satu atau beberapa dewa. Secara historis, keberadaan candi di Indonesia tidak terlepas dari sejarah dan perkembangan agama Hindu–Budha di Jawa sejak abad ke-7 sampai abad ke-14, serta di daerah Sumatera dan Kalimantan Supriatna, 2006. Bukan hanya rupa dan fungsinya, material pembuat candi pun bermacam-macam, antara lain batu granit, batu bata, dan batu kapur. Keragaman material inilah yang menjadi pokok diskusi dalam artikel ini. Apakah yang menjadi penyebab keragaman pemilihan material tersebut? Apa pula alasan penggunaan suatu material pada candi-candi tertentu? METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik kajian kepustakaan. Sumber data yang digunakan antara lain artikel jurnal ilmiah, majalah, buku, maupun artikel-artikel dari sumber daring di internet. Selain itu, data yang dibutuhkan juga diambil dari sumber berupa film tentang penggalian arkeologis di situs candi. Bambang Perkasa Alam © 2020 This work is licensed under a CC-BY-NC HASIL DAN PEMBAHASAN Candi dan Material Pembangunnya Bangunan candi sering kali dihubungkan dengan monumen sebagai tempat pendharmaan untuk memuliakan raja yang telah wafat. Namun demikian, candi bukanlah makam, melainkan bangunan kuil Soekmono, 1973 241. Selain merujuk pada bangunan tempat ibadah agama Hindu-Budha, kata candi juga dipergunakan untuk menyebut bangunan istana, pemandian/petirtaan, gapura, dan sebagainya Maryanto, 2007 8. Menurut Yudoseputro 1993 118, bangunan candi digunakan sebagai bangunan suci, namun di India sendiri, bangunan candi tidak digunakan sebagai tempat ibadah. Di India, bangunan kuil untuk menyelenggarakan upacara agama Hindu disebut vimanna rumah dewa atau ratha kendaraan dewa, sedangkan untuk ibadah agama Budha disebut stupa. Sebutan candi di Indonesia merujuk pada bangunan dengan bermacam-macam fungsi, yaitu kuil Hindu, stupa dan wihara Budha, pemandian, pintu gerbang gapura, ataupun candi sebagai bale kambang, pusat pengajaran agama, tempat menyimpan abu jenazah raja, tempat pemujaan atau bersemayam dewa. Walaupun fungsinya bermacam-macam Dumarcay candi diartikan juga sebagai replika rumah tinggal para dewa yang sebenarnya, yaitu Gunung Mahameru Supriatna, 2006. Mengingat fungsinya yang tidak dapat dilepaskan dari kegiatan keagamaan Hindu dan Buddha pada masa lalu, sejarah pembangunan candi juga tak dapat dilepaskan dari sejarah kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia sejak abad ke-5 sampai dengan abad ke-14. Bangunan candi banyak mendapat pengaruh dari India, misalnya dalam aspek teknik bangunan, gaya arsitektur, dan ornamen atau hiasan. Walaupun demikian, arsitektur candi di Indonesia mempunyai karakter tersendiri, baik dalam penggunaan bahan, teknik konstruksi, maupun corak dekorasinya. Hal ini karena pengaruh kebudayaan dan kondisi alam setempat juga sangat kuat. Dinding candi biasanya dihiasi relief tentang ajaran atau cerita tertentu. Aturan pembuatan bangunan gapura atau candi yang dipegang teguh oleh para seniman bangunan di India dimuat dalam sejumlah kitab keagamaan, antara lain Manasara dan Sipa Prakasa. Para seniman candi pada masa itu percaya bahwa ketentuan-ketentuan di dalam kitab-kitab keagamaan tersebut bersifat suci dan magis. Bangunan yang dibuat secara benar dan indah mempunyai arti tersendiri, baik bagi pembuatnya maupun penguasa yang memerintahkan pembangunannya, dan akan mendatangkan kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat. Oleh karena itu, ketika akan membuat gapura, persiapan dan perencanaan yang matang harus dilakukan, baik secara keagamaan maupun teknis. Salah satu bagian penting dalam perencanaan teknis adalah membuat sketsa yang benar agar dapat dihasilkan bangunan seperti yang diharapkan. Sketsa ini harus didasarkan pada aturan dan persyaratan tertentu terkait bentuk, ukuran, maupun posisi dan tata letaknya. Jika dalam proses pendirian bangunan terjadi penyimpangan atau keluar dari ketentuan-ketentuan di dalam kitab keagamaan, maka akan berakibat pada kesengsaraan besar bagi pembuat maupun masyarakat sekitarnya. Namun demikian, meski ketentuan-ketentuan dalam kitab keagamaan tidak dapat diubah dengan semaunya, suatu kebudayaan, termasuk seni bangunan, akan selalu dipengaruhi oleh keadaan alam dan budaya setempat, serta pengaruh waktu. Material Bangunan pada Candi This work is licensed under a CC-BY-NC Pada awal proses pembangunan candi, seseorang yang menjadi pelaksana pembangunan Yajamana, bersama para pekerjanya Silpin, harus menghubungi Maha Brahma. Selanjutnya, berdasarkan arahan Maha Brahma, mereka akan mencari lokasi yang tepat untuk membangun candi. Lokasi pembangunan candi yang paling baik adalah dekat sungai, terutama pertemuan dua aliran sungai yang disebut sebagai tempuran. Pada umumnya, candi terbuat dari batu hitam yang disebut batu candi, yang sebenarnya adalah batu andesit. Andesit adalah suatu jenis batuan beku vulkanik ekstrusif. Batuan jenis ini sering dipergunakan pada bangunan-bangunan megalitik, candi dan piramida. Batuan ini terbentuk dari magma dengan temperatur antara 900– Celcius. Mineral-mineral yang terkandung di dalamnya bersifat mikroskopis, antara lain silika SiO2 sejumlah kisaran 52-63%, kuarsa sejumlah kisaran 20%, biotite, basalt, feltise, plagiocase feldspar, pyroxene clinopyroxene dan orthopyroxene, serta hornblende dengan persentase sangat kecil Hannigan. Batu andesit dapat dikatakan bernilai seni tinggi karena memiliki komposisi dan tekstur spesifik yang dapat dipahat. Batuan ini biasanya ditemukan pada lingkungan subduksi tektonik di daerah-daerah dengan aktivitas vulkanik yang tinggi, seperti di Majalengka, Cirebon, dan Tulung Agung. Motif batu andesit pada umumnya ada dua jenis, yaitu polos dan berbintik. Batu andesit polos terbentuk akibat sedimentasi, mempunyai tingkat kekerasan density sangat tinggi, dan porositas rendah, sehingga teksturnya halus sekali. Pada umumnya jenis batu ini berwarna gelap atau hitam. Oleh karena sifatnya yang keras dan porositasnya kecil, batu andesit tidak mudah kotor. Beberapa candi yang terletak di daerah Dieng maupun sekitaran Magelang seperti candi Borobudur dan Prambanan, menggunakan material batu andesit. Material lain yang juga kerap digunakan untuk membangun candi adalah batu bata, yang terbuat dari tanah liat yang dicetak, kemudian dibakar. Batu ini dapat menyerap panas dengan baik. Bata merah sudah sangat umum digunakan sebagai material bangunan di Indonesia, dari zaman dulu hingga saat ini. Tanah yang digunakan untuk pembuatan bata bukanlah sembarang tanah. Tanah tersebut harus yang agak liat sehingga bisa menyatu saat proses pencetakan. Faktor yang Melatarbelakangi Pilihan Material Candi Bata yang dipakai di Indonesia adalah jenis bata bakar, yang baru hadir pada permulaan awal sejarah Nusantara bersamaan dengan masuknya budaya Hindu-Budha dari India ke Nusantara. Sebagian pendapat menyebutkan, penggunaan batu bata lebih muda daripada material batu andesit. Pendapat ini berpangkal dari kategorisasi seni bangun candi ke dalam dua langgam gaya seni, sebagaimana dikemukakan oleh Soekmono 1973 81, yakni candi berlanggam Jawa Tengahan yang dibangun pada periode antara abad ke-7 sampai abad ke-11 Masehi, dan candi berlanggam Jawa Timuran yang dibangun pada periode antara abad ke-13 sampai abar ke-16 Masehi. Di antara keduanya, terdapat langgam transisi yang dibangun antara abad ke-12 sampai abad ke-13 Masehi Soekmono, 1973 81. Pada kategorisasi ini, candi berlanggam seni Jawa Timuran dinyatakan sebagai berbahan bata. Padahal, bahan material yang digunakan, apakah bata atau batu, tidaklah terkait langsung dengan langgam seni ataupun lapis masa. Pilihan material ini lebih dipengaruhi oleh ketersediaan jenis material di lingkungan sekitar tempat pembangunan candi, dan kesakralan bangunan yang bersangkutan. Pada dasarnya, Bambang Perkasa Alam © 2020 This work is licensed under a CC-BY-NC sebagai bangunan sakral, material yang digunakan dalam pembangunan candi harus kuat dan tahan lama, seperti batu. Batu kali andesit, batu kapur, atau batu padas keras, yang dalam bahasa Jawa disebut curing, tidak selalu tersedia dalam jumlah cukup di lingkungan sekitar pembangunan. Oleh karena itu, penggunaan material lain tidak dapat dihindari, antara lain batu bata. Batu bata yang digunakan biasanya adalah bata berukuran besar dan tebal. Kualitas pembakaran yang matang akan membuat batu bata tersebut tahan usia. Bangunan candi-candi yang menggunakan material batu bata umumnya berada jauh dari areal gunung berapi. Pada candi-candi ini, material yang kemudian kerap digunakan, di samping batu bata, adalah kayu keras untuk bagian dinding dan atap. Kalaupun batu dipakai, umumnya hanya untuk bagian tertentu. Misalnya, sebagai media pahat bagi ragam hias candi, batu pengunci key stone, arca dewa, dan sebagainya. Untuk bangunan-bangunan profan, digunakan batu bata untuk komponen pondasi, gapura, pagar, dan sebagainya, sedangkan pada bagian lain digunakan bahan-bahan yang tidak tahan usia, seperti kayu, bambu, atau ilalang. Akibatnya, bagian bangunan-bangunan ini kini tidak lagi tersisa jejaknya. Terdapat sejumlah bukti yang menunjukkan bahwa penggunaan material batu bata pada candi juga berusia tua, yakni sekitar abad ke-6 sampai ke-10 Masehi. Periode ini relatif sezaman dengan Kerajaan Tarumanegara. Dari periode ini ditemukan jejak arsitektur berlatar keagamaan Budha Mahayana yang berada di situs Batuhaya, Kabupaten Krawang, Jawa Barat. Di situs tersebut ditemukan hampir dua puluh reruntuhan bangunan batu bata, yang tersebar pada areal persawahan seluas 5 km2. Situs lain yang bisa dikatakan sezaman, yang terbuat dari batu bata adalah kompleks percandian Hindu pada situs Cibuaya di Pedes, Krawang. Selain itu, ditemukan juga reruntuhan candi dari batu bata di Kampung Sukamaju, Desa Sukajaya, Kecamatan Pamarican, Kabupaten Ciamis, yang dinamai Candi Binangun. Jejak bangunan candi berbahan batu bata didapati pula di sekitar candi Borobudur, yang berupa candi-candi bukur candi kecil, dari sekitar abad ke-8 Masehi. Salah satu di antaranya adalah Candi Banon Attewell & Farmer, 1976. SIMPULAN Tidak semua candi menggunakan batu andesit sebagai bahan pembangunnya. Batu bata juga digunakan sebagai material pembangun pada beberapa candi, khususnya di daerah Jawa Timur. Penggunaan Batu andesit banyak digunakan pada candi yang dibangun di daerah yang dekat dengan pegunungan, sehingga tersedia material batu andesit yang melimpah, terutama di daerah aliran sungai. Adapun batu bata banyak digunakan pada candi yang letaknya jauh dari gunung berapi. Pada daerah berdirinya candi-candi ini umumnya berlimpah material pembentuk batu bata, yaitu tanah liat. Penggunaan kedua material secara bersamaan pun bisa terjadi, yakni untuk fungsi bangunan berbeda, di mana candi menggunakan batu andesit, sedangkan bangunan penunjang menggunakan batu bata. Dari hasil pembahasan diperoleh pemahaman bahwa pilihan penggunaan material pembangun, apakah batu andesit atau batu bata, tidak berhubungan secara langsung dengan periodesasi pembangunan candi, melainkan dengan ketersediaan bahan dan kesakralan bangunan. Material Bangunan pada Candi This work is licensed under a CC-BY-NC DAFTAR PUSTAKA Attewell, P. B., & Farmer, T. W. Principles of Engineering Geology. John Wiley & Sons, Inc., 1976. Dumarçay, Jacques. Candi Sewu dan Arsitektur Bangunan Agama Budha di Jawa Tengah. Kepustakaan Populer Gramedia, 2007. Hannigan, Tim. A Brief History of Indonesia Sultans, Spices, and Tsunamis, the Incredible Story of Southeast Asia's Largest Nation. TUTTLE Publishing, 2015. Maryanto, Daniel A. Seri Fakta dan Rahasia di Balik Candi Mengenal Candi. Citra Aji Parama, 2007. Soekmono, R. The Javanese Candi, Function and Meaning. E. J. Brill, 1995. -. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2. Kanisius, 1973. Supriatna, Nana. Sejarah. PT Grafindo Media Pratama, 2006. Yudoseputro, Wiyoso. Pengantar Wawasan Seni Budaya. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993. ... Sementara itu untuk candi yang berada di daerah Jawa Tengah hampir semua menggunakan batuan Andesit sebagai bahan utama pembangunan candi dan juga ada sedikit yang menggunakan batu putih atau batu kapur. Candi pada umumnya dalam proses pembangunan tidak berhubungan dengan periode waktu ataupun ketersediaan bahan material tetapi lebih dipengaruhi lokasi pembangunan Alam, 2020. ...Jessica Aprilia PoernamaHeristama Anugerah PutraIndonesia merupakan negara yang memiliki begitu banyak warisan budaya yang terlahir dari masa prasejarah. Peninggalan secara fisik yang ada saat ini banyak berupa bangunan candi. Candi sendiri memiliki fungsi utama pada zamannya sebagai tempat persembahyangan kepada dewa ataupun sebagai istana suatu kerajaan. Candi yang ada berasal dari peradaban kelahiran dan penyebaran agama Hindu dan Buddha di Nusantara. Kedua agama ini menjadi agama tertua dan yang pertama kali masuk ke Indonesia. Candi di Indonesia sendiri paling banyak berada di Pulau Jawa tepatnya di provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Lokasi tempat terbangun dan berdirinya candi dikedua provinsi ini disesuaikan dengan jarak sumber untuk material utamanya. Hal ini dikarenakan kondisi lingkungan geografis tempat berdirinya lokasi candi-candi tersebut yang berbeda-beda. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan komparatif membandingkan data yang didapat antara candi yang berada di Jawa Timur dan Jawa Tengah didasarkan letak geografisnya. Hasil yang diharapkan yaitu dapat mengetahui lebih jelas penggunaan material batuan candi yang didasarkan pada letak, jarak dan kondisi geografis dari sumber utama bahan batuannya. Umumnya jenis material utama batuan yang digunakan untuk pembangunan candi dikedua provinsi ini dikaitkan karena kedekatan dengan sumber material dan lokasi terbangunnya candi.... Sementara itu untuk candi yang berada di daerah Jawa Tengah hampir semua menggunakan batuan Andesit sebagai bahan utama pembangunan candi dan juga ada sedikit yang menggunakan batu putih atau batu kapur. Candi pada umumnya dalam proses pembangunan tidak berhubungan dengan periode waktu ataupun ketersediaan bahan material tetapi lebih dipengaruhi lokasi pembangunan Alam, 2020. ...Jessica Aprilia PoernamaHeristama Anugerah PutraIndonesia merupakan negara yang memiliki begitu banyak warisan budaya yang terlahir dari masa prasejarah. Peninggalan secara fisik yang ada saat ini banyak berupa bangunan candi. Candi sendiri memiliki fungsi utama pada zamannya sebagai tempat persembahyangan kepada dewa ataupun sebagai istana suatu kerajaan. Candi yang ada berasal dari peradaban kelahiran dan penyebaran agama Hindu dan Buddha di Nusantara. Kedua agama ini menjadi agama tertua dan yang pertama kali masuk ke Indonesia. Candi di Indonesia sendiri paling banyak berada di Pulau Jawa tepatnya di provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Lokasi tempat terbangun dan berdirinya candi dikedua provinsi ini disesuaikan dengan jarak sumber untuk material utamanya. Hal ini dikarenakan kondisi lingkungan geografis tempat berdirinya lokasi candi-candi tersebut yang berbeda-beda. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan komparatif membandingkan data yang didapat antara candi yang berada di Jawa Timur dan Jawa Tengah didasarkan letak geografisnya. Hasil yang diharapkan yaitu dapat mengetahui lebih jelas penggunaan material batuan candi yang didasarkan pada letak, jarak dan kondisi geografis dari sumber utama bahan batuannya. Umumnya jenis material utama batuan yang digunakan untuk pembangunan candi dikedua provinsi ini dikaitkan karena kedekatan dengan sumber material dan lokasi terbangunnya Putu Sathya DharmaGusti Ayu Made SuartikaCandi bentar is a gate or the main door to enter a specific area, such as temple and palace in Bali. However, in the current situation, it can be found in many entries points to various premises, including a border between areas, a house, and public facilities. Puru Sada Temple, one of Kahyangan Jagat Temples located in Badung Regency of Bali Province, has a candi bentar, which at first glance similar to that of the Wringin Lawang Temple - a legacy of the Majapahit Kingdom of East Java. In terms of scale, however, the size of the Puru Sada Temple’s candi bentar is smaller. The purpose of this study is to discuss the visual characters of candi bentar in places that functioned for worship by taking Puru Sada Temple as its case study. The study used a descriptive qualitative approach. Its analysis is supported by relevant views offered by both Yudoseputro 2008 and Ching 1991. This study finds that intimacy has been a dominant visual character supported by the existence of sacred ornaments that are considered as guarding figures. Keywords visual character; candi bentar; gate; Puru Sada Temple Abstrak Candi bentar adalah gerbang atau pintu utama dalam memasuki area khusus seperti pura maupun puri di Bali. Namun saat ini candi bentar dapat ditemukan di berbagai tempat seperti perbatasan daerah, rumah tinggal, dan fasilitas umum. Pura Puru Sada termasuk dalam Pura Kahyangan Jagat berlokasi di Badung memiliki candi bentar yang sekilas mirip dengan Gapura Wringin Lawang peninggalan Kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Namun ukuran candi bentar Pura Puru Sada lebih kecil. Tujuan penelitian ini adalah membahas karakter visual candi bentar di tempat suci dengan mengambil Pura Puru Sada sebagai studi kasus. Penelitian ini menggunakan pedekatan kualitatif deskriptif. Dianalisa dengan teori relevan yang ditawarkan oleh Yudoseputro 2008 dan Ching 1991. Studi ini menemukan jika intimasi merupakan karakter visual dominan yang didukung dengan adanya ornamen sakral sebagai sosok penjaga. Kata kunci karakter visual; candi bentar; gapura; Pura Puru SadaHudaidahElsabelaClassical ruins in South Sumatra are often engrossed in the existence of the Srivijaya kingdom in the past. This is because the reign of Srivijaya lasted a long time from the VII century to the XIV century AD. One of the classical or Hindu influences is the Bumiayu temple in the village of Bumiayu in the Tanah Abang sub-district. The Bumiayu temple complex is a joint temple complex between Buddhists and Hindus. Based on these findings, it is interesting to study how temples for Hindu worship can coexist with Buddhist temples. The purpose is to describe the Hindu place of worship during the Srivijayan era at Bumiayu Temple. This research method uses a historical methodology. The conclusion that can be drawn is that the Bumiayu temple is a place of relics and worship of gods as well as a place of worship for the ancestors of Hindus during the Sriwijaya B. Attewell Isaac FarmerThis book discusses basic principles as well as the practical applications of geological survey and analysis. Topics covered include the mechanical and physical response of rocks, rock masses and soils to changes in environmental conditions, and the principles of groundwater flow. The core of the book deals with the collection of geological and technical data, its subsequent analysis, and application to design. The combination of rigorous and detailed discussion of theory and well-illustrated examples made the book an indispensable reference source and ideal course book for both geologists and civil Brief History of Indonesia Sultans, Spices, and Tsunamis, the Incredible Story of Southeast Asia's Largest NationTim HanniganHannigan, Tim. A Brief History of Indonesia Sultans, Spices, and Tsunamis, the Incredible Story of Southeast Asia's Largest Nation. TUTTLE Publishing, SoekmonoThe JavaneseCandiSoekmono, R. The Javanese Candi, Function and Meaning. E. J. Brill, 1995. -. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2. Kanisius, Grafindo Media PratamaNana SupriatnaSejarahSupriatna, Nana. Sejarah. PT Grafindo Media Pratama, 2006. Seni Bangunan Masa Hindu-Budha Pada Candi Pada awalnya, Hindu-Budha memasuki Indonesia melalui hubungan perdagangan dengan para pedagang Hindia. Pada masa ini juga disebut sebagai akhir dari masa prasejarah di Indonesia karena manusia pada jaman ini sudah ditemukan tulisan dan manusia mulai mengenal peradaban. Para pedagang ini tidak semata-mata hanya menjual barang dagangan mereka, tetapi juga menyebarkan agama dan budaya-budaya mereka, khususnya pada bidang kesenian. Baik pada seni rupa, sastra, maupun seni pada bangunan yang kemudian diterapkan dalam pembuatan candi. Candi dalam istilah bahasa Indonesia diartikan sebagai bangunan keagamaan tempat ibadah peninggalan masa lalu pada zaman Hindu-Budha. Selain sebagai tempat ibadah, candi juga diartikan sebagai replika tempat tinggal para dewa. Dan pesan-pesan yang ada di relief candi tak lepas dari unsur religi. Jika dilihat dari bentuknya, pada umumnya candi dibangun dengan model bangunan yang bertingkat-tingkat dan dibagi menjadi 3 bagian yaitu kaki candi, badan atau tubuh candi, dan atap candi. Bentuk dari bangunan candi itu sendiri juga menggunakan konsep geometri, misalnya pada kaki candi dan badan candi menggunakan atau menerapkan bentuk segi empat persegi, sedangkan pada atap candi biasanya menggunakan dasar lingkaran, tetapi ada juga candi yang memakai bentuk dasar lingkaran. Candi juga dihiasi dengan anak tangga yang berfungsi sebagai jalan dari kaki candi ke bagian atas candi. Selain itu, di setiap dinding candi juga selalu dihiasi oleh relief-relief. Ada perbedaan bangunan candi antara Hindu dan Budha. bentuk candi yang tinggi menjulang merupakan ciri khas candi Hindu. Contohnya candi prambanan, candi ini dirancang menyerupai rumah Siwa, yaitu mengikuti bentuk gunung suci Mahameru, tempat para dewa bersemayam. Sedangkan pada Candi budha. Contohnya borobudur, bentuk candi melambangkan bunga teratai yang diartikan sebagai singgasana Budha. Relief adalah seni pahat atau ukiran timbul yang memiliki nilai estetika, dan nilai religi. Karena selain memperindah candi dengan berbagai bentuk ukiran-ukirannya juga menceritakan tentang kehidupan masyarakat pada saat itu. Relief pada candi tidak langsung bertuliskan cerita, tetapi dalam bentuk simbol-simbol atau biasanya dalam bentuk makhluk hidup seperti manusia, hewan atau juga benda mati. Bagian-bagian pada candi a. Kaki candi kaki candi melambangkan kehidupan dunia bawah yang masih dikuasai oleh nafsu. Bagian kaki candi biasanya berbentuk persegi. b. Badan candi di bagian tubuh candi terdapat relung yang berada di dinding di dekat pintu masuk candi. Dan berisi arca-arca yang diletakkan di dalam relung-relung tersebut. Dan tubuh candi biasanya terdiri dari bilik-bilik yang juga berisi arca-arca. c. Atap candi Atap candi melambangkan dunia atas atau tempat para dewa. Atap pada candi umumnya berbentuk lingkaran besar pada dasarnya dan semakin ke atas semakin kecil, dan di dalamnya dibei rongga yang dimaksudkan sebagai tempat bersemayam para dewa. Fungsi Candi Candi berfungsi sebagai tempat pemakaman raja, dan juga digunakan sebagai tempat pemujaan roh nenek moyang tau pemujaan kepada dewa. Ini bisa dilihat dari adanya selasar. Selasar adalah lantai yang berada pada bagian tubuh candi. Selasar ini digunakan sebagai tempat melakukan pradaksina memutari candi searah jarum jam, ini dimaksudkan dengan membaca relief searah jarum jam, dipercaya mereka sedang berdoa kepada dewa. Selasar juga digunakan sebagai tempat melakukan prasawiya memutari candi berlawanan arah jarum jam, ini dimaksudkan dengan membaca relief berlawanan dengan arah jarum jam, mereka sedang mendoakan nenek moyang mereka. Gambar di samping adalah relief dari candi Borobudur yang menggambarkan Budha sedang digoda oleh Mara yang menari-nari diiringi gendang. Relief ini mengisahkan riwayat hidup Sang Budha seperti yang terdapat dalam kitab Lalitawistara. Demikian pula halnya dengan candi-candi Hindu. Relief-reliefnya yang juga mengambil kisah yang terdapat dalam kepercayaan Hindu seperti kisah Ramayana yang digambarkan melalui relief candi Prambanan ataupun candi Panataran. Gambar di samping adalah gambar arca Budha di candi borobudur, aarca Budha memiliki beberapa karakteristik, salah satunya yaitu Arca Budha memiliki telinga yang panjang sebagai gambaran kalau Budha itu Maha Mendengar. Ini adalah gambar atap candi arupadhatu borobudur, candi ini bercorak Budha dan dibangun oleh Raja Sam Ratunga pada 824 masehi. Arupadhatu berada pada tingkat atas dari candi borobudur. Bentuk bangunan Arupadhatu ini menggambarkan mengenai tingkatan Nirwana yang berarti surga. Pada tingkat ke-7 Candi Borobudur, terdapat 32 stupa. Pada tingkat selanjutnya yaitu tingkat ke-8, terdapat 24 stupa. Tingkat ke-9 memiliki 16 stupa, dan pada tingkatan paling atas dari Candi Borobudur terdapat 1 stupa yang terbesar diantara stupa- stupa yang lainnya. CandiPrambanan atau Candi RaraJonggrang adalah kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia yang dibangun pada abad ke-9 masehi. Candi ini dipersembahkan untuk Trimurti, tiga dewa utama Hindu yaitu Brahma sebagai dewa pencipta, Wishnusebagai dewa pemelihara, dan Siwa sebagai dewa pemusnah. bentuk candi yang tinggi menjulang merupakan ciri khas candi Hindu. Relief candi prambanan menceritakan tentang kisah ramayana. Menurut para ahli, relief itu mirip dengan cerita Ramayana yang diturunkan lewat tradisi lisan. Relief lain yang menarik adalah pohon Kalpataru yang dalam agama Hindu dianggap sebagai pohon kehidupan, kelestarian dan keserasian lingkungan. Di Prambanan, relief pohon Kalpataru digambarkan tengah mengapit singa. Keberadaan pohon ini membuat para ahli menganggap bahwa masyarakat abad ke-9 memiliki kearifan dalam mengelola lingkungannya. - Candi Kidal adalah candi peninggalan agama Hindu yang terletak di Desa Rejokidal, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Candi peninggalan Kerajaan Singasari ini dibangun sebagai bentuk penghormatan atas jasa besar Anusapati. Anusapati adalah putra Ken Dedes dan Tunggul Ametung yang menjadi raja kedua Singasari periode para sejarawan, candi ini disebut sebagai candi pemujaan paling tua di Jawa Timur, karena raja-raja sebelumnya hanya meninggalkan petirtaan atau pemandian. Baca juga Raja-Raja Kerajaan Singasari Sejarah Menurut Pararton, Candi Kidal dibangun pada 1248, setelah Cradha atau upacara pemakaman Raja pembangunan candi ini adalah untuk mendarmakan Anusapati, agar mendapat kemuliaan sebagai Syiwa Mahadewa. Pembangunan Candi Kidal diperkirakan selesai pada sekitar tahun 1260. Setelah terkubur lama, Sir Thomas Stamford Raffles menemukan Candi Kidal pada awal abad ke-11 ketika ditugaskan di Jawa. Bangunan candi ini pernah dilakukan pemugaran pada tahun 1990-an untuk mengembalikan keindahannya. Dulunya, fungsi Candi Kidal adalah sebagai tempat persemayaman Raja Anusapati dan sebagai tempat pemujaan. Baca juga Kerajaan Singasari Letak, Silsilah, Kehidupan Sosial, dan Peninggalan Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Oleh Davit YuliyantoIndonesia baru saja merayakan kemerdekaannya yang ke-75, momen kemerdekaan ini dimanfaatkan pemerintah untuk kembali mengingatkan kepada masyarakat tentang jargon 'Indonesia Maju' yang diharapkan dapat dicapai oleh Indonesia sebagai salah satu negara maju pada 2045. Jika kita menarik mundur pada era klasik tepatnya pada abad 7,8 dan 9, Indonesia yang pada saat itu masih bernama Nusantara menjadi salah satu 'negara' maju dibidang Arsitektur/Bangunan. Hal tersebut dapat kita lihat dari berbagai bangunan - bangunan besar yang dibangun oleh kerajaan - kerajaan Hindu dan Budha yang kita kenal dengan candi. Fenomena hadirnya candi di Indonesia menegaskan peran arsitek dalam membangun Candi yang begitu megah bahkan menjulang tinggi. Jika kita membicarakan candi di Indonesia, pasti tidak jauh dari Candi Prambanan dan Candi Borobudur yang telah dinobatkan oleh UNESCO sebagai "world heritage". Kedua candi ini adalah bukti bahwa nenek moyang bangsa Indonesia telah memiliki teknologi yang sangat maju terutama dibidang arsitektur. Hadirnya Candi Prambanan masih sering dihubungkan dengan cerita rakyat tentang kisah Bandung Bondowoso yang membangun 1000 candi dalam satu malam untuk syarat pernikahan dengan Roro Jonggrang. Namun seperti cerita rakyat pada umumnya, kisah ini hanyalah sebuah dongeng semata dari mulut ke mulut yang kebenarannya masih belum bisa dibuktikan. Candi Prambanan didirikan oleh Rakai Pikatan dari Wangsa Sanjaya kurang lebih 856 M Sumartono, 2009 45 yang dipersembahkan untuk Trimurti yang berarti 3 dewa utama, yaitu Brahma sebagai dewa pencipta, Wisnu sebagai dewa pemelihara, dan Siwa sebagai dewa pemusnah yang juga menjadi dewa utama di Candi ini menjelaskan bagaimana teknologi pembangunan serta gaya arsitektur yang hadir di Candi Prambanan dan Borobudur menunjukkan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia telah mempunyai pengetahuan yang sangat maju dalam menciptakan sebuah bangunan monumental. Selain itu, pembangunan candi - candi besar seperti Sewu, Borobudur, dan Prambanan terjadi hampir diwaktu yang bersamaan, dalam hal ini mengindikasikan bahwa pembangunan dilakukan oleh ratusan bahkan ribuan tenaga kerja yang memiliki skill dan manajerial proyek yang sangat pembangunan Candi Prambanan tentu dibutuhkan transformasi teknologi, khususnya perubahan dari candi-candi kecil ke candi-candi besar, di zaman itu abad 7,8,9 tentunya belum ada alat - alat seperti crane untuk membangun bangunan tinggi, tetapi para leluhur bangsa Indonesia sudah bisa mendirikan bangunan yang berbentuk menara setinggi 47 meter atau setara gedung 10 lantai. Candi utama Prambanan yang dikhususkan dewa Siwa dengan tinggi 47 Meter SHUTTERSTOCK/WINDU_DOLAN Hadirnya buku ini juga ingin mengungkapkan bahwa bangunan Candi di Indonesia tidak hanya dapat dinilai pada sisi Arkeologis saja, tetapi juga dari sisi Arsitektural baik kerangka dasar bangunan, kerangka tengah, kemuncak diatas, dan berbagai ornament - ornament lainya. Hal itu mengindikasikan candi sama seperti bangunan lain pada umumnya, sehingga tidak bisa dinilai dari sisi statis tetapi juga bisa dinilai dari sisi dinamis. 1 2 Lihat Sosbud Selengkapnya Teman cerita, Apakah kalian sudah pernah berkunjung ke Candi Prambanan atau Candi Borobudur? Pasti pernah, dong. Kedua candi itu merupakan objek wisata di Indonesia yang paling banyak dikunjungi turis lokal maupun mancanegara. Namun, sebelum menjadi objek wisata seperti sekarang, kira-kira apa fungsi bangunan candi di masa lalu, ya?Terkait bangunan candi, ada beberapa pendapat keliru yang beredar di masyarakat. Ada yang menganggap bahwa masyarakat membangun candi dalam rangka pemujaan berhala dan sebaiknya dihancurkan saja. Pendapat lainnya, candi didirikan oleh orang kaya dan kegunaanya hanya untuk kalangan mereka saja. Kemudian yang paling kontroversial adalah adanya pendapat bahwa Raja Sulaiman-lah yang membangun Candi Borobudur. Dari ketiga pendapat tersebut, kita tahu bahwa ada kekeliruan informasi yang beredar di masyarakat. Kali ini skalacerita akan menceritakan sedikit mengenai makna bangunan candi untuk teman Secara Umum Bangunan CandiTeman cerita, banyak orang yang menganggap candi adalah sebuah bangunan dari kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia. Tentu itu tidak salah. Namun, candi-candi yang sekarang kita lihat memerlukan proses yang panjang sampai menjadi bangunan utuh kembali. Proses tersebut berupa penelitian, penggalian arkeologis, rekonstruksi, dan pemugaran. Beberapa bangunan candi memiliki catatan pembangunan dan fungsinya yang tertuang dalam sebuah prasasti. Bahkan, ada prasasti yang menyebutkan tujuan dan waktu pendirian saja prasasti Kelurak 704 Śaka yang isinya memperingati pendirian bangunan suci dan arca Manjusri, serta menyerukan penghormatan kepada Triratna oleh pendeta Kumaraghosa dari juga Prasasti Mañjusrigrha 714 Śaka yang menyebutkan adanya penyempurnaan prasada bernama wajrāsana Mañjusrigrha yang berarti rumah bagi Mañjusri sebagai salah satu Bodhisattva dalam ajaran Buddha Mahayana. Keberadaannya terkait dengan percandian Sewu dan Lumbung di Jawa Tengah. Namun, istilah candi sebenarnya memiliki makna mendalam dengan fungsi utama yang khas dalam proses pembangunan dan kegunaannyaBangunan Candi sebagai MakamSetelah banyaknya laporan mengenai tinggalan berupa bangunan terbuat dari batu yang hancur berserakan di tanah, usaha penelitian dan penggalian di situs Hindu Buddha banyak dilakukan. Serangkaian penyelidikan di beberapa situs Hindu-Buddha menemukan adanya tinggalan abu bekas sisa oleh Groneman di percandian Ijo dan Yjerman pada peripih gugusan candi Prambanan memberikan keterangan adanya tinggalan abu sisa pembakaran dan abu di dalam peripih yang terletak di dalam ruang candi. Berdasarkan penyelidikan, adanya abu di dalam bangunan memberikan dugaan bahwa itu adalah abu sarjana Belanda juga tetap mencari bukti-bukti lain dengan menilik dari beberapa istilah yang terdapat di dalam naskah seperti Pararaton dan Nagarakrtagama. Dalam kedua naskah tersebut menyebutkan istilah dharma’, sudharmma’, dan dhinarmanya’ yang berkaitan dengan raja dan pendharmaan bagi dan Groeneveld kemudian mengaitkan istilah tersebut dengan adanya sumber arca yang ditemukan di sekitar candi-candi Jawa Timur serta tradisi mendirikan arca untuk mengabadikan seorang raja sesuai dengan dewa yang dipuja dengan raut dan rupa sang adanya arca yang membawa identitas kedewaaan, Krom berpendapat bahwa ada dua fungsi dalam pembangunan candi. Pertama sebagai kuil pemujaan dan bangunan pemakaman bagi tokoh raja yang kemudian didharmakan dalam bentuk arca perwujudan sesuai dewa sebagai Bangunan SuciProf. R. Soekmono dalam disertasinya tahun 1974 yang berjudul, “Candi Fungsi dan Pengertiannya” merupakan arkeolog Indonesia pertama yang mengemukakan candi sebagai bangunan suci. Beliau memiliki banyak kesangsian mengenai bukti-bukti candi sebagai makam dan berpendapat bahwa candi merupakan bangunan suci yang berfungsi sebagai tempat di sekitar bangunan candi tidak dapat membuktikan candi sebagai makam. Sementara itu, candi sebagai bangunan suci didukung oleh adanya beberapa prasasti yang menyebutkan pembangunan kuil-kuil pemujaan bagi dewa-dewi 141 Prasasti Kalasan sumber Museum NasionalPrasasti Kalasan yang berangka tahun 700 Śaka menyebutkan Tarabhavanam sebagai kuil pemujaan bagi Dewi Tara beserta arca untuk ditahtakan dalam kuil tersebut. Prasasti ini juga menyebutkan adanya pembangunan tempat tinggal bagi para Sangha berupa desa Kalasa dari Sewu sebagai rumah bagi Bodhisattva Mañjusri dokumentasi pribadiDua Prasasti lainnya yakni Prasasti Mañjusrigrha yang merujuk pada Candi Sewu ditujukan bagi Bodhisattva Mañjusri dan Prasasti Śivagrha yang merujuk gugusan candi Prambanan sebagai rumah bagi Dewa Śiva. Selain itu, keberadaan arca pada relung-relung candi yang memancarkan sifat keagamaan Hindu maupun Buddha juga memberikan informasi bahwa keberadaan candi sebagai bangunan suci yang berfungsi untuk kuil juga Sejarah Candi Prambanan yang Pernah Diruntuhkan WaktuPara Pembangun CandiPendirian bangunan pastinya memiliki aturannya sendiri. Begitu pula dengan pembangunan candi. Pembangunannya mengikuti kaidah dan aturan pembangunan kuil India yang bersumber dari teks Vasusastra, salah satunya kitab Manasara-Silpasastra. Menilik candi sebagai bangunan suci, maka tempat berdirinya candi haruslah sebagai tempat yang suci dan juga pada lahan di berbagai kitab Vasusastra, tanah yang cocok sebagai tempat berdirinya suatu kuil adalah tanah yang terisi dengan air selama satu malam masih menyisakan setengah airnya di keesokan hari. Hal ini merupakan suatu pertanda bahwa tanah tersebut tidak terlalu gembur namun tidak juga terlalu keras. Selain itu, lahan harus dekat dengan sumber air sebagai media pembasuhan dan pembersihan diri ketika akan melangsungkan upacara pembangunan candi terdapat beberapa ahli yang bertugas menentukan tempat dan letak candi, membuat perencanaan, hingga mendirikan candi. Ahli pembangunan candi tersebut, yaituSthapaka sebagai arsitek pendeta yang harus berasal dari golongan kaum Brahmanan. Mereka bertugas menentukan letak candi pada suatu halaman/lahan yang telah dianggap sebagai arsitek perencana yang bertugas merancang bentuk dan bangunan serta memegang peranan utama dalam adalah pelaksana teknis dalam pengerjaan pendirian bangunan,TakŚaka sebagai ahli dalam urusan adalah ahli urusan seniTakŚaka nantinya akan bekerja sama dengan Vardhakin dalam bagian seni untuk bangunan juga Beginilah Candi Dibangun dan Batu Candi Saling Direkatkan!Pemaknaan Bangunan Candi pada Masa KiniCandi pada masa kini memang tidak lagi memiliki fungsi yang sama seperti di masa lalu. Meskipun masih ada candi yang berfungsi sebagai tempat menjalankan ritual keagamaan pada hari-hari besar keagamaan. Akan tetapi, pemaknaan candi sebagai bangunan istimewa karya leluhur dari masa lalu sudah seharusnya memberikan kesadaran akan nilai sejarah dan nilai religius yang masih melekat pada bangunan teman cerita sedang berkunjung ke candi, selain asyik mengambil gambar jangan lupa juga untuk menikmati karya leluhur yang tiada duanya itu, ya. Ada banyak yang bisa kita pelajari seperti nilai etika, moral, dan aspek religius ajaran Hindu dan Buddha yang terbalut dalam kemegahan dan keindahan bangunan juga Lima Rekomendasi Situs Arkeologi di Indonesia yang Wajib Dikunjungi Versi Skala Cerita!ReferensiAcharya, Prasanna Kumar. 1993. Indian Architecture according to Mānasāra-Silpaśāstra. Volume I, IV. Oxford University PressBoechari. 1974. Candi dan Lingkungannya. Jakarta Dimuat dalam Pertemuan Ilmiah Arkeologi 1977 di 2012. Melacak Sejarah Kuna Indonesia Lewat Data Prasasti. Jakarta Kepustakaan Populer Hariani. 1995. Seni Bangunan Sakral Masa Hindu-Buddha di Indonesia Abad VIII-XV Masehi Analisis Arsitektur dan Makna Simbolik. Pidato pada upacara pengukuhan Guru Besar Madya Tetap pada FSUI. Depok, 9 Desember R. 1974. Candi Fungsi dan Pengertiannya. Jakarta Fakultas Sastra Universitas Indonesia-Disertasi. BHMahasiswa/Alumni Universitas Negeri Jakarta06 April 2022 0445Hai Tsaqif A Kakak bantu jawab ya. jawaban yang benar adalah d. punden berundak Untuk lebih jelasnya, yuk simak penjelasan berikut. Punden dalam bahasa Jawa artinya orang yang dimuliakan sehingga punden berundak adalah bangunan suci yang bentuknya bertingkat-tingkat atau berundak-undak. Pada mulanya punden berundak digunakan sebagai tempat pemujaan leluhur. Namun seiring berjalannya waktu, fungsi punden berundak tidak untuk pemujaan melainkan untuk mencirikan bangunan-bangunan penting. Semoga Membantu Ya - Yah, akses pembahasan gratismu habisDapatkan akses pembahasan sepuasnya tanpa batas dan bebas iklan!

seni bangunan indonesia yang menjadi dasar dalam pembuatan candi adalah